Pulang!
Momentnya
lagi tepat!
Minggu-minggu
ini saya sedang dihinggapi perasaan yang tak karuan. Kalau digambarkan seperti
sedang makan permen nano-nano 5 butir sekaligus dan membiarkannya terbenam
dalam mulut. Jadi berasa banget tu manis, asem, pahit, asin, getir, dan umami
mungkin –saya akui bagian ini sedikit lebay-.
Pertama,
soal akademis saya. Walaupun saya tak sendiri tapi saya merasa cukup kewalahan
mengurus PKL ini. Ada saja kendala yang saya alami. Nggak perlu diceritakan di
sini karena sama saja mengungkit hal yang tak ingin saya ungkit. Tapi saya
masih optimis, Tuhan Maha Asik, semoga PKL yang cukup tertatih –bahkan sangat
tertatih- ini akan ada hikmahnya buat saya.
Kedua,
saya sedang terjerat masalah dengan salah seorang teman saya –awalnya- kemudian
berdampak pada orang-orang disekeliling kami. Jujur saja, perasaan ini sangat
mengganggu pikiran saya. Papa saya selalu berpesan, jangan pernah menyakiti
perasaan orang lain. Tapi dalam seminggu ini saya telah menyakiti 2 atau mungkin
3 perasaan orang lain.
Pada
tulisan sebelumnya, saya menulis bahwa saya benar-benar menyesal dengan
tindakan bodoh ini. Di sana pula saya menulis bahwa saya merasa bukan diri saya
biasanya.
Sesaat
kemudian saya merasa takut. Saya takut dibilang licik. Mungkin berapa kali saya
jelaskan, saya akan tetap dinilai licik, jahat, tidak manusiawi, penusuk dari
belakang atau ekstrimnya saya akan dituduh merendahkan diri guna mendapat
simpatik orang. Saya takut itu semua dan saya sedang merasa di bawah ancaman
itu.
Saya
menyakiti perasaan orang-orang yang saya banggakan. Mereka kecewa dan bodohnya
saya baru sadar tindakan dan pemikiran saya salah setelah mereka mengatakannya
pada saya. saya makin kecewa dengan diri saya. kepercayaan diri saya makin
hilang. Saya nggak punya muka untuk bertemu dengan mereka. Meski saya jamin,
saya akan tetap bersikap professional tapi kejadian ini menjadi pelajaran
berharga buat saya.
Dalam
kondisi seperti ini siapa yang tak ingin pulang. Jujur saja, saya capek. Saya ingin
sejenak menghirup udara di kamar rumah saya. memeluk mama saya, memasak untuk rumah,
menemani papa saya nonton tivi, makan malam ber-3 lalu muncul cerita-cerita
lucu di dalamnya.
Tapi
lagi-lagi saya bicara keadaan. Keadaan mengharuskan saya tetap bertahan di kota
ini. Tuhan memberi titah pada saya untuk tetap di sini. Mungkin sedang mendidik
saya dengan pengalaman dan kisah yang jalannya harus saya lalui dengan rasa bingung,
pusing dan entahlah harus bersikap apa.
“Perasaan saya kacau, Tuhan.
Bagaimana denganmu?”
1 komentar:
akhirnya, bisa masuk ke blognya dek diah juga :D
- @andiatno / nbc purwokerto
Posting Komentar