Pulang! (Part 2)


Pulang!

Momentnya lagi tepat!
Minggu-minggu ini saya sedang dihinggapi perasaan yang tak karuan. Kalau digambarkan seperti sedang makan permen nano-nano 5 butir sekaligus dan membiarkannya terbenam dalam mulut. Jadi berasa banget tu manis, asem, pahit, asin, getir, dan umami mungkin –saya akui bagian ini sedikit lebay-.
Pertama, soal akademis saya. Walaupun saya tak sendiri tapi saya merasa cukup kewalahan mengurus PKL ini. Ada saja kendala yang saya alami. Nggak perlu diceritakan di sini karena sama saja mengungkit hal yang tak ingin saya ungkit. Tapi saya masih optimis, Tuhan Maha Asik, semoga PKL yang cukup tertatih –bahkan sangat tertatih- ini akan ada hikmahnya buat saya.
Kedua, saya sedang terjerat masalah dengan salah seorang teman saya –awalnya- kemudian berdampak pada orang-orang disekeliling kami. Jujur saja, perasaan ini sangat mengganggu pikiran saya. Papa saya selalu berpesan, jangan pernah menyakiti perasaan orang lain. Tapi dalam seminggu ini saya telah menyakiti 2 atau mungkin 3 perasaan orang lain.
Pada tulisan sebelumnya, saya menulis bahwa saya benar-benar menyesal dengan tindakan bodoh ini. Di sana pula saya menulis bahwa saya merasa bukan diri saya biasanya.
Sesaat kemudian saya merasa takut. Saya takut dibilang licik. Mungkin berapa kali saya jelaskan, saya akan tetap dinilai licik, jahat, tidak manusiawi, penusuk dari belakang atau ekstrimnya saya akan dituduh merendahkan diri guna mendapat simpatik orang. Saya takut itu semua dan saya sedang merasa di bawah ancaman itu.
Saya menyakiti perasaan orang-orang yang saya banggakan. Mereka kecewa dan bodohnya saya baru sadar tindakan dan pemikiran saya salah setelah mereka mengatakannya pada saya. saya makin kecewa dengan diri saya. kepercayaan diri saya makin hilang. Saya nggak punya muka untuk bertemu dengan mereka. Meski saya jamin, saya akan tetap bersikap professional tapi kejadian ini menjadi pelajaran berharga buat saya.
Dalam kondisi seperti ini siapa yang tak ingin pulang. Jujur saja, saya capek. Saya ingin sejenak menghirup udara di kamar rumah saya. memeluk mama saya, memasak untuk rumah, menemani papa saya nonton tivi, makan malam ber-3 lalu muncul cerita-cerita lucu di dalamnya.
Tapi lagi-lagi saya bicara keadaan. Keadaan mengharuskan saya tetap bertahan di kota ini. Tuhan memberi titah pada saya untuk tetap di sini. Mungkin sedang mendidik saya dengan pengalaman dan kisah yang jalannya harus saya lalui dengan rasa bingung, pusing dan entahlah harus bersikap apa.

“Perasaan saya kacau, Tuhan. Bagaimana denganmu?”

1 komentar:

Anonim mengatakan...

akhirnya, bisa masuk ke blognya dek diah juga :D

- @andiatno / nbc purwokerto